Mas bro Puriang
Cap Kampak, sudah banyak tulisan yang engkau kirim ke timeline facebook ku,
ingin juga rasanya diri ini kembali menulis untuk berbagi cerita dan berbalas
tulisan sebagai tanda persahabatan antara dua mantan blogger (gayaan dikit biar
kesannya keren bro..), engkau si empu suakakata.blogspot.com sepertinya sudah
lama hilang dari peredaran ada aku dengan katakarim.blogspot.com juga sudah
terlupakan. Hahaha
Sekarang
aku hanya ingin berbagi cerita melalui goresan tinta tapi jangan pula engkau
anggap ini seperti surat Soe Hok Gie kepada temannya Herman, yang berisi tentang
kegelisahannya melihat kondisi yang sedang berkembang pada waktu itu, karena
saya bukanlah Soe dan kamu bro juga bukan Herman tapi kalau itu bisa membuatmu
tersenyum dan tersipu malu, atau dengan ini dirimu bisa mentertawakan ku maka
buatlah sesukamu agar ruang canda diantara kita tidak menyempit.
Kawan
saat ini ruang untuk canda dan tawa sudah mulai sempit. Tiap hari media
informasi dan media sosial menyuguhi kita dengan hal-hal yang tidak penting,
tentang perbedaan yang berujung pada pertikaian dan perdebatan yang berakhir
dengan makian.
Orang-orang
seakan kehilangan rasa humor dan percakapan yang penuh kehangatan karena yang
selalu ditampilkan media sosial adalah saling cela terhadap perbedaan pilihan
dan junjungannya.
Dulu
kita bisa tertawa ketika kebohongan dirangkai untuk menyenangkan teman dan
memper enak suasana pembicaraan dan si pengarang cerita bohong hanya akan
dicela sambil tertawa, semua ini hanya kita sebut bualan. Sekarang kebohongan
dirangkai sedemikian rupa digunakan untuk menyanjung idola supaya terlihat
hebat dan sempurna sehingga naik rating pujaannya dan juga untuk menghina dan
menjatuhkan lawannya, tak adalagi canda didalamnya apalagi niat untuk membuat
kita tertawa, nama baru pun sudah disematkan untuknya yaitu hoax diungkapkan
dengan penuh kemarahan dan kebencian, si pembuat cerita akan dicela sedemikian
rupa bahkan bisa masuk penjara.
Dalam
pergaulan dimasa lalu diantara kita juga ada saling cela dan menghina. Ketika
kita saling mencela atau pun menghina, kita masih bisa tertawa bahkan ketika
celaan melewati batasnya, mungkin dalam beberapa saat tidak bertegur sapa.
Ingatkah engkau kawan, ketika dulu engkau menyebutku sebagai Ustadz Katidiang (Katidiang adalah tempat untuk mengumpulkan
infaq dan sedekah di daerah Minang)
karena aku ceramah keliling Mesjid dan Surau dengan membawa amplop berisi uang yang
diberikan oleh pengurusnya ketika pulang, kita bisa tertawa, aku tidak merasa
terhina dan marah, karena diantara kita masih luas ruang untuk bercanda dan
juga karena aku yakin waktu akan mengantarkanmu pula pada kondisi yang sama,
tetapi sekarang ketika ruang untuk bercanda sudah semakin sempit, celaan
seperti itu berubah menjadi hate speech, ledekan terhadap fisik yang dulu
sering menjadi bahan tertawaan kita sekarang hal seperti itu disebut rasis
akibatnya bisa berbuah tangis, semua perbuatan lucu-lucuan bagi kita dulu
sekarang dilakukan dengan bengis.
Apa yang
dulu bagi kita hanya canda dan lucu-lucuan saja sekarang bisa berujung penjara
karena ruang canda dan tawa semakin sempit sementara ruang kebencian dan
kemarahan semakin menganga kawan.
Kawan..
Saat ini
rasanya bagi ku lebih baik mendengar puisi daripada menerima informasi,
menonton vlog gombalan anak muda daripada bercengkrama dengan hasil karya awak
media.
Kawan
kepadamu ku berharap untuk menjaga ruang tawa dan canda diantara kita jangan biarkan hate speech, hoax dan rasis
menjajahnya, jangan pula biarkan kebencian dan kemarahan mengambil tempat dalam
pembicaraan dan pergaulan kita.