Senin, 23 Mei 2011

KESETIAAN

Senin, 23 Mei 2011 |
Beberapa hari belakang ini, saya sering terlibat dalam diskusi dan pembicaraan bersama teman tentang masalah kesetiaan, pertama dengan seseorang yang saya sebut dia sebagai orang yang aneh tetapi untuk kedepan saya akan menyebutnya sebagai orang yang unik karena ia memiliki sifat yang sampai saat ini tidak pernah saya temukan pada diri orang lain {“maaf ya sahabat note siapa dan apa keunikan orang itu tidak bisa saya sebutkan di note ini karena itu bukan konsumsi public jadi cukup saya dan orang yang bersangkutan saja tahu..:-)”}, ketika berbicara dengan dia tentang pengkhianatan atau ketidak setia dari seseorang, maka dari raut wajah dan getaran suaranya dapat saya lihat kebencian yang cukup besar kepada sifat ketidaksetiaan dan perilaku pengkhianatan terhadap cinta dan kepercayaan. Kedua ketika salah seorang teman kerja saya berbagi cerita dan pengalaman kehidupan juga saya dapatkan kebencian dan ketidaksenangan terhadap pengkhianatan dan peningkaran kesetiaan. Ketiga ketika saya menonton film mandarin saya lihat bahwa dalam dunia mafia balasan untuk ketidak setiaan adalah kematian.



Setelah melakukan perenungan terhadap pengalaman kehidupan ini maka saya sampai pada satu kesimpulan bahwa “siapa pun dia apakah orang baik atau seorang penjahat tetap ia menginginkan orang yang setia disekitarnya dan benci kepada pengkhianatan atau ketidaksetiaan”.



Kesetiaan kepada pasangan adalah sesuatu perlu kita jaga dan pelihara, kalau tidak setia pada pasangan maka siapkanlah diri untuk menerima balasan dari perbuatan pengkhianatan itu, Rasulullah dalam sebuah haditsnya mengingatkan kita, ‘iffuu ta’iffu nisaaukum, kendalikanlah dirimu dengan menjaga kesucianmu maka istrimu akan menjaga kesuciannya mafhum mukhalafahnya adalah jika kita setia kepada pasangan maka pasangan kita pun akan setia kepada kita tetapi jika tidak bisa mengendalikan diri, suka berbuat serong dan mengkhianati pasangan maka kita telah membuka peluang untuk dikhianati oleh pasangan kita. Dalam al-Qur’an surat al-Mukmin ayat 18 disebutkan bahwa Orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia, pengkhianatan juga termasuk pada penzhaliman jadi orang yang suka berkhianat tidak akan mempunyai teman yang setia.



Berikut ini saya kutipkan sebuah kisah tentang kesetiaan cinta yang mendapatkan kebahagian pada akhirnya, ini adalah kisah nyata yang terjadi pada masa Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sofyan. Pada masa itu ada seorang wanita cantik bernama Su’da. Ia sudah bersuami namun suatu ketika suaminya jatuh miskin. Su’da pun direbut kembali oleh orangtuanya yang tidak sudi dengan kemiskinan suaminya. Marwan bin al-Hakam, Gubernur Madinah yang mengetahui kecantikan wanita itu ingin mengambil kesempatan untuk mendapatkan gadis cantik itu dari suaminya, Marwan bin Hakam memaksa suami perempuan cantik itu untuk menceraikan istrinya agar sang gubernur dapat menikahi wanita cantik itu. Diriwayatkan bahwa kemudian suaminya mengadu kepada Mu’awiyah bin Abi Sofyan ihwal perbuatan gubernurnya tersebut. Mendengar kabar itu Mu’awiyah murka, ia pun menyuruh orang untuk membawa surat kepada Marwan. Surat itu berbunyi: "Telah sampai kepadaku bahwasanya engkau telah melampaui batas terhadap rakyatmu dan merongrong sebagian kehormatan kaum Muslimin. Engkau juga telah melampaui batas yang ditetapkan agama. Seyogyanya seorang gubernur menahan pandangannya dari nafsu syahwatnya dan mencegah dirinya dari kelezatan-kelezatan hawa nafsunya." Kemudian ia melanjutkan: "Alangkah celaka kamu, seandainya ada perkara yang tidak kamu ketahui. Maka mohonlah ampunan atas perbuatan para pezina. Si pemuda malang datang kepada kami mengharap pertolongan, mengadukan tentang kesedihan dan duka yang teramat dalam. Aku bersumpah kepada Tuhan dan aku tidak akan melanggar sumpahku. Sungguh, dan selamatkanlah dirimu dari ancaman dan pembalasanku. Jika kamu menyalahi perintah yang kutuliskan ini. Akan aku jadikan dirimu daging di atas panggang api. Ceraikan Su’da dan serahkan ia segera. Kepada al-Kamit dan Nadlr bin Dzaiban." Mu’awiyah melipat surat itu dan membubuhkan stempel khilafah. Sesaat kemudian ia memanggil al-Kamit dan Nadr bin Dzaiban, menyuruh mereka berdua untuk menyampaikan amanatnya. Di Madinah, Marwan yang menerima surat itu membacanya dan menangis. Ia pun menceraikan Su’da dan menyerahkannya pada al-Kamit dan Nadr bin Dzaiban. Lalu ia menulis surat jawaban untuk Mu’waiyah yang bunyinya: "Jangan terburu-buru menilai wahai Amirul Mukminin. Sungguh aku telah memenuhi janji-ancaman dengan tulus dan baik. Tidaklah aku mendatangi barang haram yang mengagumkan diriku. Lalu mengapa engkau tuduh diriku sebagai pengkhianat-pezina. Sabarlah! Sesungguhnya jika engkau melihatnya. Niscaya angan-anganmu mengalir pada sebuah patung manusia. Akan datang kepada tuan, matahari yang tidak ada yang menandinginya. Di hadapan khalifah, baik golongan jin maupun manusia." Ia membubuhkan cap kegubernurannya dan menyerahkan pada pembantu Mu’awiyah. Ketika rombongan sampai di istana Mu’awiyah membaca surat Marwan dan penasaran dengan wanita bernama Su’da yang telah direbut Marwan dari suaminya. Ketika melihatnya Mu’awiyah terkejut. Ia terpikat dengan kecantikan, kemolekan, keluguan, dan keindahan perawakan wanita tersebut. Seketika ia jatuh hati dan melamarnya. Tapi wanita itu menjawab dengan halus, "Aku ingin menemui suamiku." Ketika pria itu dibawa ke hadapan Mu’awiyah, khalifah langsung berbicara padanya, "Wahai orang Arab, apakah kamu masih mencintai Su’da? Aku menawarkan padamu tiga orang dayang istana yang masih perawan sebagai ganti istrimu, setiap dayang kuberi seribu dinar, dan aku akan memberimu uang yang cukup untuk hidup bersama ketiga dayang itu dari Baitul Mal setiap tahunnya." Mendengar ucapan Mu’awiyah, pria itu seketika jatuh pingsan. "Ada apa dengan dirimu?" tanya Mu’awiyah ketika pria itu siuman. " dengan sangat marah dan sedih Aku datang untuk meminta perlindunganmu dari kezaliman Marwan bin al-Hakam kepadamu, Lalu sekarang engkau ingin mengambil istri yang kucintai maka kepada siapa aku akan meminta perlindungan dari kezalimanmu?" jawab orang itu menghiba. Kemudian ia berkata, "Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, seandainya engkau beri aku kursi kekhilafahan dengan segala isinya tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan Su’da." Mu’awiyah yang takjub dengan kesetiaan pria ini lantas bertanya pada Su’da, "Mana yang engkau pilih; Aku Amirul Mukminin yang diliputi limpahan kemuliaan, kekuasaan dan istana; atau Marwan bin al-Hakam yang berbalutkan sifat kejam dan zalim; ataukah lelaki Arab yang tenggelam dalam kefakiran, kelaparan dan kesengsaraan ini?" Su’da menjawab, "Aku memiliki kenangan manis bersama lelaki ini, cinta yang tak tergoyahkan. Bersamanya aku akan sabar menghadapi kesengsaraan hidup, sebagaimana bersamanya aku mereguk kenikmatan pada saat kebahagiaan menjelang." Mu’awiyah terkagum-kagum dengan kecintaan Su’da pada suaminya yang jatuh miskin. Ia kemudian memberi sepuluh ribu dinar dan beberapa lembar pakaian kepada wanita itu, hal yang sama ia juga lakukan pada suaminya, lalu ia mengembalikan wanita itu pada suaminya dengan akad yang sah. Cinta sejati adalah cinta karena Allah. Benci pun adalah karena Allah. Cinta seperti itu akan senantiasa lulus dari berbagai ujian dan mendatangkan barokah pada para pemiliknya. Cinta seperti inilah yang harus dimiliki para pecinta di atas muka bumi ini.



Cinta dan Kesetiaan adalah dua sisi dalam satu mata keping uang yang tidak terpisahkan, Cinta menjadi landasan sebuah Kesetiaan, di dalam kesetiaan terkandung nilai cinta yang mempersatukan. Sulit membayangkan ada cinta berdiri sendiri tanpa disertai oleh kesetiaan. Demikian pula sulit memahami, ada sebuah kesetiaan tanpa landasan cinta di dalamnya. Cinta tanpa kesetiaan adalah kesemuan dan kebohongan, dan kesetiaan tanpa didasari cinta adalah kepura-puraan. Dalam kesetiaan ada komitmen melayani tanpa pamrih tulus ikhlas apa adanya berlandaskan welas asih pada kondisi apa pun baik itu suka-duka, bahagia-derita, lapang-sempit, susah-senang, sehat dan sakit.



Kesetiaan selalu akan mendatangkan kebaikan, setia pada Keesaan Allah akan mendapatkan ampunan dan surga-Nya, setia kepada Rasulullah akan mendapatkan syafa’at beliau di akhirat nanti, setia kepada pasangan akan membuahkan cinta tulusnya, setia pada persahabatan akan mendatangkan kemudahan dan kebaikan, mari kita bangun dan pertahankan sikap kesetian pada diri kita agar kita mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat. (Rasul Karim, S.Th.I)


Related Posts



1 komentar:

Panda8 mengatakan...

nice..

Posting Komentar


Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Smart, happy

Saca Firmansyah

Wilayah Pengunjung