Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembanganya disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh Al-Qur’an jauh sebelum Lucas Pacioli yang dikenal sebagai bapak Akuntansi karena memperkenalkan konsep akuntansi double entry bookkeping melalui salah satu bukunya. Sehingga ketika konsep Akuntansi Syariah/Islam muncul maka timbul pertanyaan, benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Mungkin pertanyaan tersebut sering muncul dan menggelitik kita, karena gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan yang makin gencar belakangan ini sering juga mendapat respon miring dari kalangan tertentu yang menganggap Islamisasi pengetahuan hanyalah sebuah pemaksaan yang muncul karena factor emosional saja, karena agama sebagaimana dipahami oleh banyak kalangan hanyalah kumpulan norma yang lebih menekankan persoalan moralitas, etika dan spritualitas saja maka prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata kehidupan modern dalam bertransaksi yang diatur dalam akuntansi dianggap tidak masuk dalam cakupan agama.
Untuk melihat apakah akuntansi itu ada dalam islam maka kita akan mencoba untuk membuka kembali studi sejarah peradapan arab. Dari studi sejarah peradaban arab dapat kita lihat betapa besarnya perhatian bangsa arab terhadap permasalahan yang berhubungan dengan akuntansi. Hal ini bisa kita lihat pada usaha para pedagang arab untuk mengetahui dan menghitung barang dagangannya, mulai sejak berangkat sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada pada keuangannya. Setelah berkembangnya negeri, bertambahnya kabilah-kabilah dan masuknya imigran dari Negara tetangga, serta berkembangnya perdagangan dan usaha-usaha intervensi perdagangan, maka semakin kuatlah perhatian bangsa arab terhadap pembukuan perdagangan guna untuk menjelaskan masalah utang piutang. Orang-orang yahudi pun pada waktu itu sudah biasa menyimpan daftar-daftar (faktur) dagang. Semua ini terlihat jelas dalam sejarah peradaban bangsa arab. Jadi konsep akuntansi dikalangan bangsa arab pada waktu itu dapat dilihat dari pembukuan yang berdasarkan pada metode penjumlahan statistic yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan. Untuk mengerjakan pembukuan ini, ada yang dikerjakan oleh pedagang sendiri dan ada juga yang menyewa akuntan khusus yang pada waktu itu seorang akuntan disebut sebagai katibul amwal (pencatat keuangan) atau penanggung jawab keuangan.
Apabila kita buka kembali lembaran sejarah islam maka akan kita temukan bahwa, setelah munculnya Islam disemenanjung Arab di bawah pimpinan Muhammad Rasulullah SAW dan terbentuknya daulah Islamiyah di Madinah yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyiddin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran Negara. Rasulullah sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul ammal (pengawas keuangan). Dalam kitrab suci al-Qur’an juga dijelaskan tentang fungsi-fungsi pencatatan transaksi (kitabah fi muamalah) penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya dan manfaatnya yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah (melakukan utang piutang) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnnya atau lemah (keadaannya) atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil disisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah member pengajaran kepada kamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Setelah melihat catatan sejarah ini maka dapat kita simpulkan bahwa ternyata Islam lebih dulu mengenal system akuntansi, karena al-Qur’an telah diturunkan pada tahun 610 M yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal beriktu ini:
Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan. Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan. Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:
• Akuntansi Bangunan.
• Akuntansi Pertanian.
• Akuntansi Pergudangan
• Akuntansi Pembuatan Uang.
• Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28)
Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
2. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
3. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
4. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
5. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.
6. Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
7. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
8. Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
9. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
10. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
11. Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
12. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.
13. Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
14. Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 163--165)
Kalau kita perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19--20).
Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 138)
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu'ara ayat 181-184 yang berbunyi:"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu."
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi: "Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Dengan melihat sejarah peradaban islam diatas, jelaslah bahwa ulama-ulama fiqih telah mengkhususkan masalah keuangan ini kedalam pembahasan khusus yang meliputi kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan prosedur-prosedur yang harus di ikuti.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang
menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan
mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja di bidang ekonomi, tetapi juga bidang sosial-masyarakat dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi dalam Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Akuntansi Setelah Runtuhnya Khilafah Islamiyah
Runtuhnya Khilafah Islamiyah serta tidak adanya perhatian dari pemimpin-pemimpin islam untuk mensosialisasikan hukum islam, serta dengan dujajahnya kebanyakan nagara islam oleh negara-negara eropa, telah menimbulkan perubahan yang sangat mendasardisemua segi kehidupan ummat islam, termasuk di bidang muamalah keuangan.Pada fase ini perkembangan akuntansi didominasi oleh pikiran pikiran barat. Para muslim pun mulai menggunakan sistem akuntansi yang dikembangkan oleh barat. Untuk mengetahui bagai mana perkembangan akuntansi pada fase ini, mungkin dapat membaca pada buku-buku teori akuntansi
Kebangkitan Baru dalam Akuntansi Islam
Kebangkitan islam baru telah menjangkau bidang muamalah secara umum, dan bidang-bidang finansial, serta lembaga-lembaga keuangan secara khusus. sekelompok pakar akuntansi muslim telah mengadakan riset dan studi-studi ilmiah tentang akuntansi menurut islam. Perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada beberapa bidang, yaitu bidang riset, pembukuan, seminar atau konverensi, pengajaran dilembaga-lembaga keilmuan dan perguruan tinggi, serta aspek implementasi pragmatis. Berikut ini adalah sebagian dari usaha awal di masing-masing bidang:
1. Kebangkitan akuntansi islam dalam bidang riset
sudah terkumpul beberapa tesis magister serta disertasi doktor dalam konsep akuntansi yang telah dimulai sejak tahun 1950 dan masih berlanjut sampai sekarang. Diperkirakan tesis dan disertasi tentang akuntansi yang terdapat di Al-Azhar saja sampai tahun 1993 tidak kurang dari 50 buah. Disamping itu telah juga dilakukan riset-riset yang tersebar di majalah-majalah ilmiah.
2. Kebangkitan akuntansi islam dalam bidang pembukuan.
Para inisiator akuntansi islam kontemporer sangat memperhatikan usaha pembukuan konsep ini. Hal ini dilakukan supaya orang-orang yang tertarik pada akuntansi dapat mengetahui kandungan konsep islam dan pokok-pokok pikiran ilmiah yang sangat berharga, sehingga kita tidak lagi memerlukan ide-ide dari luaratau mengikuti konsep mereka (barat).
3. Kebangkitan akuntansi islam di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Konsep akuntansi islam mulai masuk kesekolah-sekolah dan perguruan tinggi sejak tahun 1976, yaitu fakultas perdagangan Universitas Al Azhar untuk program pasca sarjana, dalam mata kuliah Akuntansi perpajakan dan Evaluasi Akuntansi. Situasi ini terus berlanjut, hingga tahun 1978 dibuka beberapa jurusan dalam cabang-cabang ilmu akuntansi islam di berbagai perguruan tinggi di timur tengah. Dan hal ini berlanjut sampai sekarang diberbagai belahan dunia, termasuk indonesia.
4. Kebangkitan akuntansi islam dalam aspek implementasi
Implementasi akuntansi islam mulai dilakukan sejak mulai berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang berbasiskan syariah. Hal ini menyebabkan mau tidak mau lembaga keuangan syariah tersebut harus menggunakan sistem akuntansi yang juga sesuai syariah. Puncaknya saat organisasi akuntansi islam dunia yang bernama Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial just Iflution (AAOIFI) menerbitkan sebuah standard akuntansi untuk lembaga keuangan syariah yang disebut, Accounting, Auditing, and Governance Standard for Islamic Institution.Mungkin secara teori akuntansi islam yang sekarang ini berkembang masih belum matang
0 komentar:
Posting Komentar