Kamis, 08 April 2010

Perempuan Indonesia Harus Terdidik

Kamis, 08 April 2010 |
Dr. Hj. Masyithah Chasnan
(Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta)


Mahmoud Syaltut mengatakan, Islam itu memerangi tiga musuh, yaitu: kebodohan, kemiskinan, dan kesehatan (penyakit). Orang tidak mungkin sehat, apabila miskin dan bergizi buruk. Bagaimana perempuan tidak terpinggirkan, kalau pendidikannya rendah. Begitu pula dengan kesejahteraan, bagaimana kesejahteraan akan meningkat apabila pendidikannya kurang. Bagaimana bisa terdidik apabila miskin.
Meskipun secara fardhu’ain berempuan dituntut hanya berkiprah di ranah domestik namun, ranah publik pun ada beberapa bidang yang butuh sentuhan perempuan. Bagaimana menyeimbangkannya? Berikut ini wawancara Tabligh dengan Masyitoh Chasnan, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) yang juga salah seorang Ketua PP Aisiyah.

Pandangan Anda tentang feminisme?
Memandang feminsme itu tergantung cara kita melihatnya. Berdasarkan pengetahuan saya, feminisme itu mempunyai tiga mazhab. Ada feminime kultural, radikal, dan liberal. Tinggal kita menganut yang mana. Jadi, sebetulnya secara umum jika berpendapat paham feminisme itu salah, itu tidak benar apabila dilihat dari sisi mazhab yang mana. Ada mazhab feminisme yang justru masih sesuai dengan rambu-rambu Al-Qur’an.

Bisa dijelaskan pengertian dari tiap-tiap mazhab feminisme ?
Feminisme liberal, mereka menganggap antara laki-laki dan perempuan sama. Mereka selalu memperjuangkan segala sesuatu untuk mencapai kesamaan tersebut. Tesisnya, hak-hak perempuan harus diperjuangkan agar mencapai hal yang sama dengan laki-laki. Ada feminisme kultural, dalam kultur perempuan memang mitra laki-laki, tapi tetap sesuai dengan kodrat. Hak antara laki-laki dan perempuan sama, walaupun tetap ada perbedaan. Ketika dalam lembaga keluarga, harus ada pembagian tugas yang jelas. Nah, yang menjadi nahkodanya dalam keluarga adalah laki-laki, karena satu tingkat di atas perempuan. Hal ini terjadi dalam rangka pembagian tugas. Karena tidak mungkin dalam sebuah kapal ada dua nahkoda. Kemudian feminisme radikal, aliran ini lebih keras lagi. Tesis aliran ini, menginginkan dengan segala cara antara laki-laki dan perempuan harus sama dalam kondisi apapun.

Diantara tiga mazhab tadi, mazhab mana yang Anda pilih?
Mazhab kultural.

Kenapa harus laki-laki yang menjadi nahkoda?
Karena memang sudah jadi ketentuan, laki-laki yang bertanggung jawab memberi nafkah kepada perempuan. Meskipun sekarang banyak perempuan yang mempunyai pekerjaan atau penghasil, tapi tetap tanggung jawab memberi nafkah itu suami, juga mengayomi. Karena sekuat apapun perempuan masih tetap butuh diayomi. Allah Swt. menciptakan manusia dengan dua jenis laki-laki dan perempuan, sama. Satu sama lain saling membutuhkan, tidak bisa berdiri sendiri. Kemudian tentang nafkah, tidak harus sepenuhnya dilimpahkan kepada perempuan. Karena dalam keadaan tertentu, seperti saat sang suami tidak mempunyai daya lagi untuk mencari nafkah, dan perempuan masih kuasa untuk mencari nafkah, tanggung jawab nafkah bisa beralih kepada sang istri. Karena keluarga harus dipikul bersama.

Apakah secara otomatis, fungsi kepala keluarga bisa diambil alih?
Kondisi seperti yang tadi saya katakan adalah sifatnya situasional, bukan umum. Secara manusiawai, manusia akan lemah. Di saat sang suami sudah lemah, dan si istri secara fisik masih kuat, tidak ada salahnya di-handle. Contohnya Khadijah, istri pertama Rasulullah Saw. Semua kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan dakwah ditanggulangi olehnya, tapi bukan berarti Khadijah yang menjadi kepala keluarga. Tetap Rasulullah yang menjadi pemimpin. Harus dibedakan pemimpin dan pemberi nafkah. Kita harus tetap merujuk kepada dalil naqli, meskipun pemikiran itu akan selalu berkembang, tapi bukan berarti rambu-rambu yang sudah ditentukan agama harus diabaikan.

Pandangan Anda jika ada pernyataan perempuan Indonesia saat ini masih banyak yang terpinggirkan ?
Bagaimana perempuan tidak terpinggirkan, kalau pendidikannya rendah. Begitu pula dengan kesejahteraan, bagaimana kesejahteraan akan meningkat apabila pendidikannya kurang. Bagaimana bisa terdidik apabila miskin. Mahmoud Syaltut mengatakan, Islam itu memerangi tiga musuh, yaitu: kebodohan, kemiskinan, dan kesehatan (penyakit). Orang tidak mungkin sehat, apabila miskin dan bergizi buruk.

Pandangan Anda, tentang perempuan bekerja?
Sah-sah saja. Nyatanya Muhammadiyah nyuruh saya untuk menjadi nahkoda UMJ. Artinya, Muhammadiyah memandang positif perempuan berkiprah di ranah publik. Apabila Muhammadiyah sudah membolehkan, apalagi menugaskan berarti tidak bermasalah. Bagi saya, contoh sudah banyak bisa disebutkan. Misalnya tokoh Asy-Sifa yang menjadi manajemen pasar madinah.yang ditugaskan oleh Umar bin Khathab. Juga kiprah Aisyah.

Bukankah tanggung jawab perempuan itu di ranah domestik?
Itu fardhu ‘ain, dan peran itu tidak bisa digantikan.

Bagaimana menyeimbangkan ranah publik dan domestik?
Tergantung kita mengatur waktu. Mana yang prioritas dan mana yang bukan prioritas. Ketika bertemu dua hal yang sama-sama penting, maka yang fardhu ‘ain itu yang harus diprioritaskan. Pengalaman saya, kondisi tersebut memang kadangkala berat. Tapi bagaimana saya mengatur agar ranah domestik ini tetap terpelihara. Yang penting adanya saling pengertian.

Menurut, ibu dari empat orang putra ini, mengatur ranah domestik dan publik bukanlah pekerjaan yang sederhana. Perlu adanya saling pengertian dan kerjasama dari semua anggota keluarga. Karena untuk mencapai keseimbangan yang menuju kepada kualitas sebuah keluarga tidak bisa diserahkan kepada salah satu pihak saja.

Apabila ada perempuan yang aktifitasnya sampai malam atau pagi, pandangan Anda?
Itu juga tergantung. Bagi saya sah-sah saja. Saya yakin pekerjaan seperti itu tidak terus menerus, pasti ada perputaran waktu. Lagi-lagi masalah manajemen waktu.

Kalau paham feminisme ini masuk di kalangan mudi Muhammadiyah bagaimana ?
Saya berpandangan sah-sah saja. Artinya, kemajuan teknologi dan informasi yang begitu maju membuat sangat mudahnya mendapatkan informasi tentang apapun. Tapi tetap harus diimbangi dengan nilai-nilai Islam. Permasalahn itu muncul karena perbedaan penafsiran terhadap konteks. Kalau masih dalam tahap kritis, saya kira bagus. Mungkin karena tidak diimbangi faktor lain, seperti pengamalan keagamaan yang rendah. Kemudian dari pihak orang tua juga harus ada perhatian lebih, misalnya mengajak diskusi atau sharing bersama mereka. Bukan dijauhi atau ditinggalkan. Saya yakin mereka memiliki potensi yang bagus, dan apabila dibimbing dengan baik potensi tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Yang penting, harus balance. Tugas Muhammadiyah ke depan memang jauh lebih berat.

Penafsiran yang kebablasan terhadap perempuan menjadi biang keladi tercorengnya citra feminisme. Padahal jika dikaji lebih dalam, Islam sudah memposisikan perempuan pada tempat yang begitu mulia. Karena Allah Swt, menegaskan di dalam al-Qur’an tidak menilai seseorang karena berdasarkan jenis kelaminnya melainkan karena kadar ketakwaan kepada-Nya.

Menurut Anda, perempuan Muhammadiyah yang ideal seperti apa?
Tentu yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Kalau Muhammadiyah mungkin merujuk kepada Rasulullah Muhammad Saw. Aisiyah, sesuai dengan namanya harus meneladani kiprah Aisyah dalam perjuangan.

Kalau boleh tahu, apa saja yang sudah dilakukan Aisiyah?
Dengan segala kekuranganya, apa yang sudah dilakukan Aisiyah untuk umat dan bangsa, menurut saya sudah luar biasa. Tapi kalau kita bandingkan dengan organisasi perempuan lainnya, Aisiyah masih sesuai dengan koridor yang sudah ditentukan. Kita tetap mengikuti perkembangan zaman.

Pandangan umum tentang kondisi perempuan di Indonesia?
Dilihat dari peluang, peluang perempuan sudah berbeda. Sekarang kesempatan mereka untuk berkiprah di ranah publik sudah semakin terbuka. Karena banyak ranah-ranah publik yang banyak diisi oleh perempuan, seperti ranah pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Harapan Anda untuk Aisiyah ke depan?
Kader Aisiyah harus memperhatikan pendidikan. Saya bangga waktu pelantikan Aisiyah di Jakarta, banyak pengurusnya yang sudah menyandang gelar professor-doktor. Karena bagaimanapun kualitas pendidikan akan memancarkan kualitas kinerja. Kemudian, harus sholehah. Adanya keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Kemudian saya juga berharap, baik Aisiyah dan Muhammadiyah harus tetap konsisten dalam ‘amar makruf nahyi munkar.

Pesan Anda buat generasi muda agar mereka tidak terjebak dampak negarif dari aliran feminisme!
Feminisme itu sesungguhnya tidak sepenuhnya negatif. Selama masih berkesuaian dengan ajaran Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, tidak apa-apa. Jangan sampai penafsiran terhadap problem relasi laki-laki perempuan kebablasan atau liar. Terakhir, mereka harus tetap menggali dan mengkaji al-Qur’an dan as-Sunnah secara lebih intensif lagi.
Sumber: Majalah Tabligh Edisi April 2010
                                                                                      (hasil wawancara Rasul Karim & Yudi Rachman)


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar


Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Smart, happy

Saca Firmansyah

Wilayah Pengunjung